Senin, 12 September 2011

Orang Batak

Opera Batak yang diadakan di teater Jakarta pada puku 20.00 wib memuat pesan yang sangat penting

Banyak orang Batak yang sukses merantau, tapi lupa membangun tanah kelahirannya. Itulah kritik yang mencuat dalam Opera Batak bertajuk 'Senandung Kampoeng Halaman' garapan sutradara muda Rio Silaen.

Opera musikal itu dimulai sekitar pukul 20.00WIB di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sabtu (30/7/2011). Mengisahkan tentang seorang pemuda Batak yang hendak merantau, namun berat hati meninggalkan ibu dan adiknya.

Dilema lantas muncul. "Siapa yang merawat ibu, menemani ibu marende-ende (bersenandung) dan menjaga adik nanti?," kata sang pemuda. Namun ibunya berbesar hati, "Jangan khawatir. Pergi dan kejarlah cita-citamu anakku," katanya lirih.

Momen mengharukan pun terjadi ketika mereka berpelukan dan menangis bersama. Kesedihan akan sebuah perpisahan digambarkan dengan baik di situ. Tangis dan harapan dibalut doa mengiringi langkah sang anak yang akan berjibaku di Jakarta.

Selang beberapa tahun, pemuda dari desa kecil itu ternyata mampu menaklukkan kerasnya kehidupan Ibukota. Kini ia telah menjelma jadi pria sukses yang punya banyak uang dan perusahaan.

Bahkan dengan rayuan mautnya, pemuda itu berhasil pula menikahi seorang gadis Batak yang cantik. "Torop do bintang di langit, sigara ni api holan sada do. Torop do siboru nauli, tinodo ni rohakku holan ho do. (Banyak bintang di langit, hanya satu yang bersinar terang. Banyak gadis yang cantik, pujaan hatiku hanya kau seorang)," ungkapnya dalam opera itu.

Sayangnya sang ibu tak bisa hadir dalam pernikahan pemuda itu karena tengah sakit-sakitan di kampung. Mengobati kerinduan, ia pun mengirimkan sepucuk surat untuk anaknya tersebut.

"Jangan lupakan adikmu dan kampung ini. Jangan kau pakai margamu itu kalau tak ada yang kau perbuat untuk bona pasogit! (kampung halaman)," tegas ibunya dalam surat itu.

Pesan tersebut ternyata tak digubris pemuda itu lantaran mabuk dengan kesuksesannya. Hingga suatu ketika, ia mendapat kabar bahwa ibunya telah tiada. Ia pun begitu terpukul seraya pulang ke kampung halaman bersama isteri dan anaknya.

Sesampainya di sana, pemandangan mengharukan pun terjadi. Pemuda itu kini hanya bisa meratapi jasad ibunya yang terbujur kaku dalam peti mati, Di situ ia kemudian teringat kembali pesan mendiang ibunya dan bertekad menggenapi.

Namun konflik baru muncul. Isteri pemuda itu tak setuju dengan niat suaminya membangun kampung halaman. Ia tak betah dan berharap bisa kembali ke Jakarta yang glamor dan serba ada.

Tapi karena tekad memenuhi janji mendiang ibunya, niat pemuda itu tak tergoyahkan. Ia pun kemudian berhasil meluluhkan hati isteri dan anaknya untuk tinggal sementara di kampung dan membangun tanah kelahirannya.

Acara yang berakhir sekitar pukul 23.00WIB itu berhasil memukau sekitar seribu penonton yang hadir. Ide ceritanya menyatu dengan lagu-lagu yang dibawakan sehingga terlihat menarik. Apalagi dipadu pula dengan tarian dan musik yang bernuansa modern.

Pagelaran itu tak hanya menampilkan artis-artis berdarah Batak seperti Judika Sihotang, Cindy 'AFI' Sibarani, Tika Panggabean, Frengky dan Petra Sihombing, Ren dan Hakim Tobing, Raden Sirait, serta Trio RnB. Namun dimeriahkan pula oleh Vina Panduwinata dan rapper Igor 'Saykoji' dan Voice of Indonesia.

Lagu-lagu hits seperti 'Nasonang Do Hita Nadua', 'Anak Medan' serta 'Pulo Samosir' dinyanyikan malam itu dan diakhiri dengan lagu pamungkas 'O Tano Batak'. Di akhir acara, politisi Cosmas Batubara juga tampak hadir mewakili pemberian karangan bunga untuk sang sutradara dan para penampil.

(bar/ich)

Tidak ada komentar: